Jumat, 18 Juli 2014

Rindu, tapi tidak berani rindu


Saya punya seorang sahabat, sebut saja namanya Budi. Kekasihnya, Gadis (bukan nama sebenarnya), adalah putri salah satu dosen yang disegani karena super disiplin namun baik hati, kita sebut saja namanya Pak Dono. 
Pada suatu hari, ketika Budi menelpon ke rumah Gadis, telpon tersebut dijawab oleh suara yang terdengar akrab. Budi yakin bahwa itu suara Doni, adik Gadis, maka ia langsung menyapa: “Halo, Don, ini Budi!” Yang disapa menyahut dengan ramah. Setelah basa-basi sedikit, entah kenapa Budi sok terlalu akrab, dan “kelepasan” menggosipkan Pak Dono sebagai dosen yang “sok ja’im” dan kuno. Setelah bercerita begitu, barulah Budi bertanya, apakah ia bisa bicara dengan Gadis. Suara itu menjawab “Oh, sebentar ya, bapak panggilkan dia.”  Ternyata ...... yang diajak bicara dari tadi adalah pak Dono! Bisa dibayangkan, bagaimana wajah dan perasaan Budi ketika itu ............. Tidak heran bahwa Budi “ingin menghilang dari peredaran” dan tidak lagi berani menelpon ataupun datang ke rumah Gadis.
Dalam kehidupan, mungkin kita juga pernah menyakiti hati seseorang yang sebenarnya kita hormati dan kita kasihi. Kita menyesal, dan sekaligus malu bahwa kita bisa berbuat seperti itu. Walaupun orang tersebut sudah mengampuni kita, kita tidak berani bertemu dengannya, sebab orang itu tahu bahwa sebagian dari diri kita ternyata tidak baik.
Kira-kira seperti itulah yang dialami oleh seseorang yang meninggal dalam persahabatan dengan Allah, namun masih membawa beberapa dosa ringan. Ia sudah bertobat, namun kesalahannya masih terasa efeknya  bagi orang lain. Ia rindu untuk “pulang” kepada Allah, tapi tidak berani. Ia belum layak masuk Surga, sebab “tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan” (bdk Ibr 12:14). Supaya sempurna dalam kesuciannya, ia masih harus dimurnikan di tempat penyucian atau purgatorium.
        Mungkin kita bertanya-tanya: apakah purgatorium itu benar-benar ada? Santo Gregorius Agung mengatakan: "Sebelum pengadilan, masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa kalau seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, di dunia yang akan datang pun tidak” (bdk. Mat 12:32). 
     Dari ungkapan ini nyatalah bahwa ada orang meninggal dengan membawa dosa  yang masih dapat diampuni. Mereka ini sudah pasti kelak akan masuk Surga, namun masih perlu disucikan. Di tempat penyucian ini mereka tidak bisa menolong dirinya sendiri, dan hanya bisa berharap pada Kerahiman Allah. Lihat! Betapa besarnya kerahiman Allah: walaupun jiwa-jiwa tersebut masih berdosa, dan “jatah waktu perjuangan”nya sudah habis, Allah memberi kesempatan untuk menyucikan dia. Santo Paulus menyebutnya sebagai “ujian oleh api”. “Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api”. (Bdk. 1 Kor 3:13-15)
      Dalam kehidupan ini, ketika kita sadar telah menyakiti seseorang dan minta maaf, mungkin orang tersebut mengampuni kita. Namun kita tidak langsung berani bertemu dengannya muka hadap muka, karena merasa tidak layak untuk merindukan suasana persahabatan seperti sebelumnya, betapapun rindunya. Kita tidak berdaya. Pada titik ini kita memerlukan bantuan orang lain untuk berekonsiliasi dengan teman kita dan dengan diri sendiri.
    Demikianlah, para jiwa di purgatorium juga tidak bisa menolong diri sendiri, dan memerlukan bantuan kita untuk berekonsiliasi dengan Allah sehingga masuk dalam kebahagiaan Surga. Berdasarkan kutipan Injil dan bacaan-bacaan tadi, Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita dapat mendoakan mereka. Gereja mendoakan mereka dalam setiap Ekaristi "Berikanlah istirahat kekal kepada mereka dan kepada semua saudara yang meninggal dalam Kristus, kasihanilah dan sambutlah mereka dalam pangkuan-Mu." Gereja bahkan menetapkan tanggal 2 November sebagai hari khusus untuk mendoakan arwah semua orang beriman.
         Nah, kita tahu sekarang, bahwa jiwa-jiwa di purgatorium memerlukan bantuan kita. Maka, sebagai Gereja yang masih berziarah di dunia, kita dipanggil untuk mendoakan mereka, memohonkan Kerahiman Allah agar menerima mereka di  Surga.
       Pada kisahnya Budi, dengan bantuan Gadis, akhirnya Pak Dono  yakin akan cinta dan kemurnian Budi, dan menerimanya di rumah mereka. Budi pun dengan sukacita menerima berkat tersebut. Demikianlah, seperti Gadis membantu Budi untuk diterima di rumah bapanya, kita juga bisa membantu jiwa-jiwa di purgatorium agar Allah menerima mereka di Surga.
Maka, marilah kita mendoakan jiwa-jiwa orang beriman. Semoga dengan bantuan doa-doa kita, berkat Kerahiman Tuhan, mereka segera diterima di Rumah Bapa kita di Surga.
    
Juni 2014. Dedeh S @workshop "MBA"

Tidak ada komentar: