Saya punya seorang sahabat, sebut saja namanya Budi. Kekasihnya, Gadis (bukan
nama sebenarnya), adalah putri salah satu dosen yang disegani karena super
disiplin namun baik hati, kita sebut saja namanya Pak Dono.
Pada suatu hari,
ketika Budi menelpon ke rumah Gadis, telpon tersebut dijawab oleh suara yang
terdengar akrab. Budi yakin bahwa itu suara Doni, adik Gadis, maka ia langsung
menyapa: “Halo, Don, ini Budi!” Yang disapa menyahut dengan ramah. Setelah
basa-basi sedikit, entah kenapa Budi sok terlalu akrab, dan “kelepasan”
menggosipkan Pak Dono sebagai dosen yang “sok ja’im” dan kuno. Setelah
bercerita begitu, barulah Budi bertanya, apakah ia bisa bicara dengan Gadis.
Suara itu menjawab “Oh, sebentar ya, bapak panggilkan dia.” Ternyata ...... yang diajak bicara dari tadi
adalah pak Dono! Bisa dibayangkan, bagaimana wajah dan perasaan Budi ketika itu
............. Tidak heran bahwa Budi “ingin menghilang dari peredaran” dan
tidak lagi berani menelpon ataupun datang ke rumah Gadis.
Dalam kehidupan,
mungkin kita juga pernah menyakiti hati seseorang yang sebenarnya kita hormati
dan kita kasihi. Kita menyesal, dan sekaligus malu bahwa kita bisa berbuat
seperti itu. Walaupun orang tersebut sudah mengampuni kita, kita tidak berani
bertemu dengannya, sebab orang itu tahu bahwa sebagian dari diri kita ternyata
tidak baik.
Kira-kira seperti
itulah yang dialami oleh seseorang yang meninggal
dalam persahabatan dengan Allah, namun masih membawa beberapa dosa ringan. Ia
sudah bertobat, namun kesalahannya masih terasa efeknya bagi orang lain. Ia rindu untuk “pulang”
kepada Allah, tapi tidak berani. Ia belum layak masuk Surga, sebab “tanpa
kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan” (bdk
Ibr 12:14). Supaya sempurna dalam kesuciannya, ia masih harus dimurnikan di
tempat penyucian atau purgatorium.
Mungkin kita bertanya-tanya: apakah
purgatorium itu benar-benar ada? Santo Gregorius Agung
mengatakan: "Sebelum pengadilan, masih ada api penyucian untuk
dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa kalau
seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, di
dunia yang akan datang pun tidak” (bdk. Mat 12:32).
Dari
ungkapan ini nyatalah bahwa ada orang meninggal dengan membawa dosa yang masih dapat diampuni. Mereka ini sudah
pasti kelak akan masuk Surga, namun masih perlu disucikan. Di tempat penyucian
ini mereka tidak bisa menolong dirinya sendiri, dan hanya bisa berharap pada
Kerahiman Allah. Lihat! Betapa besarnya kerahiman Allah: walaupun jiwa-jiwa
tersebut masih berdosa, dan “jatah waktu perjuangan”nya sudah habis, Allah
memberi kesempatan untuk menyucikan dia. Santo Paulus menyebutnya sebagai
“ujian oleh api”. “Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan
uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan
menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari
dalam api”. (Bdk. 1 Kor 3:13-15)
Dalam
kehidupan ini, ketika kita sadar telah menyakiti seseorang dan minta maaf,
mungkin orang tersebut mengampuni kita. Namun kita tidak langsung berani
bertemu dengannya muka hadap muka, karena merasa tidak layak untuk merindukan
suasana persahabatan seperti sebelumnya, betapapun rindunya. Kita tidak
berdaya. Pada titik ini kita memerlukan bantuan orang lain untuk berekonsiliasi
dengan teman kita dan dengan diri sendiri.
Demikianlah,
para jiwa di purgatorium juga tidak bisa menolong diri sendiri, dan memerlukan
bantuan kita untuk berekonsiliasi dengan Allah sehingga masuk dalam kebahagiaan
Surga. Berdasarkan kutipan Injil dan bacaan-bacaan tadi, Gereja Katolik
mengajarkan bahwa kita dapat mendoakan mereka. Gereja mendoakan mereka dalam setiap Ekaristi "Berikanlah
istirahat kekal kepada mereka dan kepada semua saudara yang meninggal dalam
Kristus, kasihanilah dan sambutlah mereka dalam pangkuan-Mu." Gereja
bahkan menetapkan tanggal 2 November sebagai hari khusus untuk mendoakan
arwah semua orang beriman.
Nah,
kita tahu sekarang, bahwa jiwa-jiwa di purgatorium memerlukan bantuan kita.
Maka, sebagai Gereja yang masih berziarah di dunia, kita dipanggil untuk
mendoakan mereka, memohonkan Kerahiman Allah agar menerima mereka di Surga.
Pada
kisahnya Budi, dengan bantuan Gadis, akhirnya Pak Dono yakin akan cinta dan kemurnian Budi, dan
menerimanya di rumah mereka. Budi pun dengan sukacita menerima berkat tersebut.
Demikianlah, seperti Gadis membantu Budi untuk diterima di rumah bapanya, kita
juga bisa membantu jiwa-jiwa di purgatorium agar Allah menerima mereka di
Surga.
Maka, marilah kita mendoakan jiwa-jiwa orang beriman. Semoga dengan bantuan doa-doa kita, berkat
Kerahiman Tuhan, mereka segera diterima di Rumah Bapa kita di Surga.
Juni 2014. Dedeh S @workshop "MBA"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar