Pernahkah anda mempunyai seorang
sahabat yang bisa “membaca pikiran” anda, dan sebaliknya andapun cukup
memandang wajahnya lalu ...... “cling!” ... dalam sekejap anda tahu apa yang ia harapkan? Dalam keluarga, pasti kita
pernah mengalami hal seperti itu. Barangkali pada suatu hari ada di antara para
ibu yang membeli kue kesukaan suaminya, dan saat pulang bekerja, ternyata suaminya
membawa kue yang sama! Sepintas seolah-olah bisa saling berkomunikasi dengan "telepati". Hal seperti ini memang dimungkinkan dalam suatu hubungan yang
dekat dan akrab, yang bertumbuh dengan saling mendengarkan.
“Mendengarkan” sangat penting
untuk bertumbuh dalam persahabatan. Dengan “mendengarkan”, baru kita bisa “memahami”,
dan selanjutnya masuk ke tahap “mengetahui apa yang ia harapkan untuk aku
lakukan”. Ini bisa menjadi bahan permenungan dalam hal hubungan kita dengan
Tuhan. Saat ini, sejauh manakah relasi kita dengan Tuhan? Apakah bagi kita
Tuhan adalah: Bapa tempat memohon, tempat “curhat”, berlindung dan mencari
pertolongan? Apakah kita sudah menjalin persahabatan dengan-Nya pada kualitas
“cukup dengan memandangnya, aku pun tahu apa yang ia kehendaki untuk aku
pahami”?
Kalau kita ingin mengalami
persahabatan yang indah dengan Tuhan, maka tentu kita juga harus belajar untuk
“mendengarkan” Dia, yaitu melalui doa atau membaca
sabda-Nya yang tertulis dalam Kitab Suci.
Mungkin kita menganggap bahwa
membaca dan memahami Kitab Suci pasti sulit. Harus mengerti sejarah penulisannya,
mempelajari tafsir-nya dengan benar. Ah, pokoknya susah! Untuk itu harus ikut pendalaman atau kursus Kitab
Suci secara khusus. Memang itu benar.
Tapi, tahukah anda, mengapa Kitab Suci menjadi buku bestseller selama berabad-abad? Karena ternyata Kitab Suci tidak
hanya menyapa orang-orang pintar dan ahli filsafat, namun juga orang-orang
sederhana. Kitab Suci menyapa setiap orang sesuai dengan situasi yang
dihadapinya saat itu, dan menjadi sarana dialog dengan Allah yang hidup.
Kita bisa mendengarkan Sabda Tuhan
secara sederhana: berdoa mohon bantuan Tuhan, lalu membuka Kitab Suci, baca
perikop yang menarik pandangan kita di halaman itu, kemudian bawa ke dalam
renungan, coba “dengarkan”: apa yang mau Tuhan katakan kepada kita dengan
Sabda-Nya ini?
Ada sebuah kesaksian. Sekitar
tahun 1998-1999 di masa krisis moneter melanda dunia, ada satu perusahaan
keluarga yang terancam bangkrut karena tidak bisa membayar kepada para supplier-nya. Ayah dari keluarga ini memutuskan
untuk pindah ke kota lain, agar tidak dikejar-kejar oleh penagih hutang. Namun,
anak-anaknya menolak, sebab tidak sesuai ciri keluarga mereka yang menjunjung
tinggi kejujuran, dan akan mematikan langkah anak-anak juga. Maka keluarga
inipun berdoa bersama dan mencari jawaban melalui Kitab Suci, seperti kebiasaan
mereka selama ini. Tapi sekali itu
mereka sangat kaget! Sebab, ayat yang dibaca menyatakan “Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja
yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan
itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.
Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya,
raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan
segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah
dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan”
(Mat 18:23-26). Semalaman
keluarga membawa hal itu dalam permenungan. Akhirnya, dengan mata berkaca-kaca
sang ayah mengatakan bahwa ia memahami hal itu sebagai panggilan Tuhan untuk
menyelesaikan hutang secara benar, walaupun untuk itu mereka harus menjual
harta benda mereka.
Memang
akhirnya barang berharga dijual bahkan asuransi jiwapun dicairkan untuk membayar
hutang. Tapi ajaib, ada tiga supplier yang membebaskan hutang sampai sebesar sembilan
puluh juta rupiah, lalu membantu keluarga itu untuk membangun kembali usahanya
dari nol! Dan ...... ketika mereka sekeluarga kembali membaca perikop tersebut, mereka begitu kagum karena baru sadar bahwa lanjutan ayat tadi berbunyi: “Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas
kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya” (Mat
18: 26-27). Sebuah Sabda yang menjadi petunjuk jalan yang membawa keselamatan bagi keluarga tadi!
Kesaksian
tadi menunjukkan bahwa Sabda Tuhan yang disampaikan kepada para nabi, dan
dibaca oleh para kudus, masih relevan bagi kita hari ini. Kitab Suci adalah
petunjuk jalan, jawaban atas doa-doa kita. Ketika
keluarga kita menghadapi masalah yang berat, Tuhan menawarkan sebuah kuk yang
nyaman dan bersabda “Marilah kepada Ku,
semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”
(Mat 11:28) Ketika kita merasa tidak
sanggup untuk melanjutkan hidup kita, Ia mengulurkan tangan dan berkata “Talita, kum" yang
berarti: "Hai anak,
Aku berkata kepadamu, bangunlah! "(Mrk 5:41).
Begitu
indahnya Sabda Tuhan yang ingin disampaikan kepada kita! Maka, mulai sekarang,
mari kita selalu berdoa: memutar nomor telpon Tuhan, mengirim sms kepada-Nya, menceritakan kerinduan kita kepada-Nya. Lalu kita "dengarkan" jawaban yang sudah tertulis dalam Kitab-nya
yang Suci, seperti kita membaca status
path atau facebook atau bahasa tubuh sahabat kita. Mari kita berusaha memahami-Nya seperti kita telah memahami
sahabat kita. Dengan begitu, semoga kita menjadi peka untuk “menangkap” apa
yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan hari ini. Siapa tahu, hari ini Tuhan hanya
ingin mengatakan “engkaulah anak-Ku yang Kukasihi”.
(Mrk 1:11) .