Pada suatu hari, Rumah Sakit tempatku bekerja mengadakan
perayaan Natal dengan acara puncak menampilkan salah seorang selebriti Indonesian Idol. Sejak disosialisasikan
melalui poster-poster dan undangan, seisi Rumah Sakit sudah mencatat tanggal
dan jam tayang live show tersebut.
Beberapa orang tentu saja sudah mencari tukaran shift jam dinas, agar bisa hadir dalam momen istimewa tersebut.
Aku sendiri tidak perlu menukar shift,
sebab jadwal tugasku di klinik Saraf selesai pada jam 12.00 sehingga pasti bisa
hadir di acara tersebut.
Pada hari yang ditunggu-tunggu tersebut, ternyata
pasien kami membludak di luar prakiraan dan pelayanan baru selesai pada jam 14.00, tepat pada waktu tampilnya selebriti Indonesian
Idol di Aula. Tetapi ketika aku akan keluar dari klinik, tiba-tiba dua pasien didorong bersamaan dengan
kursi roda, dan berhenti di depan pintu ruangan. Perawat poliklinik masuk
tergopoh-gopoh ke tempatku dengan wajah cemas “Dok, saya sudah bilang bahwa
kita sudah tutup, tapi petugas registrasi menerima pasien lagi ...” Aku tahu,
beliau bukan cemas karena takut ketinggalan acara, tetapi pasti takut
kalau-kalau dokternya keberatan ... sebab saat ini sudah lewat jam buka klinik.
Cepat-cepat aku menenangkan hatinya “Ya sudah, kalau pasien sudah ada di sini, kita
layani dulu saja ya bu.”
Ternyata kedua pasien tersebut adalah pasien
“nyasar”. Mereka bukanlah pasien penyakit saraf. Yang pertama pasien yang terjatuh
6 hari sebelumnya (!) dan tampaknya mengalami keretakan di tulang pangkal paha, sehingga
segera kami masukkan ke ruang rawat inap untuk diserahkan kepada dokter bedah
tulang. Yang kedua benar-benar ajaib: seorang kakek tua yang diantarkan oleh
tukang becak karena sang kakek ditemukan sedang bingung di depan Rumah Sakit, dan ketika
ditanya hendak ke mana, kakek yang bajunya berantakan tersebut mengatakan “Ngga tau, nak, kakek pusing...” Maka
sang tukang becak membawa kakek tersebut ke dalam Rumah Sakit, lalu mendaftarkannya ke
klinik saraf karena ... menurut petugas pendaftaran, pasien dengan keluhan
pusing harus dibawa ke klinik saraf.
Nah, menghadapi kakek yang pusing tersebut, kami
malah pusing. Sebab, beliau bukan merasa “sakit kepala” ataupun “merasa seperti
berputar”, melainkan “kakek pusing tidak tahu mau ke mana”. Waduh! Sungguh ini bukan pekerjaan dokter
maupun perawat ... Bagaimana kami bisa
menguraikan kepusingan kakek ini? Namun
apa boleh buat, kami harus menghadapinya.
Setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti dan tanya jawab, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kakek tersebut sudah pikun dan paranoid, lalu keluyuran dari rumah hingga tersesat dan tidak tahu akan melanjutkan perjalanannya ke mana. Maka kami menanyakan alamat rumahnya dan nomor telpon anaknya, barangkali beliau ingat? “Tentu saja ingat, tapi saya tidak bisa memberikannya sembarangan,” kata kakek tersebut dengan nada marah. Astaga, kek, kami akan mencoba menolong, supaya kami bisa menelpon keluarga kakek dan kakek bisa dijemput. “Tidak, saya tidak mau pulang!” katanya cepat-cepat sambil memeluk tas seukuran tool-box tempat penyimpanan peralatan pertukangan. Bukan main kakek ini ... padahal jam sudah menunjukkan pk.14.00, waktu yang sangat tidak ideal untuk menyelesaikan permasalahan seorang kakek pikun yang sedang ngambek dan tersesat ... Apalagi kalau mengingat bahwa klinik lain sudah tutup, dan selebriti Indonesian Idol pasti sudah mulai tampil di Aula. Tapi ya sudah, bagaimana lagi ... beliau terlanjur ada di hadapan kami.
Setelah lama berbincang, ketahuanlah bahwa ternyata kakek ini lupa alamat rumahnya. Dengan berbagai cara akhirnya kami berhasil membujuk kakek itu untuk mengeluarkan KTP-nya, agar kami bisa menghubungi keluarganya. Ketika beliau membuka tas model tool box-nya untuk mengambil KTP, kami terpana ........ Tukang becak yang masih menunggui kakek tersebut pun melongo .... Tas tersebut penuh dengan uang tunai limapuluh ribuan yang tersusun rapi ....
Setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti dan tanya jawab, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kakek tersebut sudah pikun dan paranoid, lalu keluyuran dari rumah hingga tersesat dan tidak tahu akan melanjutkan perjalanannya ke mana. Maka kami menanyakan alamat rumahnya dan nomor telpon anaknya, barangkali beliau ingat? “Tentu saja ingat, tapi saya tidak bisa memberikannya sembarangan,” kata kakek tersebut dengan nada marah. Astaga, kek, kami akan mencoba menolong, supaya kami bisa menelpon keluarga kakek dan kakek bisa dijemput. “Tidak, saya tidak mau pulang!” katanya cepat-cepat sambil memeluk tas seukuran tool-box tempat penyimpanan peralatan pertukangan. Bukan main kakek ini ... padahal jam sudah menunjukkan pk.14.00, waktu yang sangat tidak ideal untuk menyelesaikan permasalahan seorang kakek pikun yang sedang ngambek dan tersesat ... Apalagi kalau mengingat bahwa klinik lain sudah tutup, dan selebriti Indonesian Idol pasti sudah mulai tampil di Aula. Tapi ya sudah, bagaimana lagi ... beliau terlanjur ada di hadapan kami.
Setelah lama berbincang, ketahuanlah bahwa ternyata kakek ini lupa alamat rumahnya. Dengan berbagai cara akhirnya kami berhasil membujuk kakek itu untuk mengeluarkan KTP-nya, agar kami bisa menghubungi keluarganya. Ketika beliau membuka tas model tool box-nya untuk mengambil KTP, kami terpana ........ Tukang becak yang masih menunggui kakek tersebut pun melongo .... Tas tersebut penuh dengan uang tunai limapuluh ribuan yang tersusun rapi ....
Benar-benar tidak terduga! Siapa sangka bahwa dibalik
penampilan berantakan dan kepikunan yang tampak menjengkelkan ... ternyata
kakek tadi membawa harta yang luar biasa......
Sesaat, perawat klinik dan aku
saling berpandangan lalu melirik jam. Kami mungkin agak kecewa karena ketinggalan acara Natal yang
pasti meriah, tapi tiba-tiba kami tawa kami meledak ... rasanya lucu aja lagi.... Bayangkan, ... kami batal menyaksikan puncak acara perayaan Natal, demi seorang kakek pikun yang nyasar ke klinik saraf. Namun diam-diam kami tersadar bahwa melalui peristiwa “ajaib” itu, Tuhan mungkin menegur kami karena
lebih menyiapkan diri untuk bertemu selebriti Indonesian Idol daripada menyiapkan diri menanti kedatangan Tuhan,
sang Idol sejati. Padahal kedatangan
Tuhan tidak bisa diduga waktunya...
Yah, kami memang ketinggalan acara dan tidak bisa menyaksikan penampilan selebriti Indonesian Idol, tapi kami merasa bahwa ... mungkin Tuhan saat itu sedang mengunjungi kami melalui si kakek pikun.
Yah, kami memang ketinggalan acara dan tidak bisa menyaksikan penampilan selebriti Indonesian Idol, tapi kami merasa bahwa ... mungkin Tuhan saat itu sedang mengunjungi kami melalui si kakek pikun.
Seperti kejadian tidak terduga hari itu, jalan hidup
kita pun sering tidak terduga, sebab rencana Tuhan memang sering di luar perkiraan
manusia. Sekitar 2000 tahun yang lalu, misalnya, siapa yang bisa menduga Tuhan datang
sebagai bayi lemah yang terpaksa lahir di kandang hewan di Betlehem, dan bukan
di istana raja? Hanya orang-orang percaya yang bisa mengenali-Nya dengan
kacamata iman mereka, bukan? Tuhan mempunyai cara dan waktu yang tak terduga. Oleh karena itu kita
harus selalu siap untuk mengenali tanda kehadiran-Nya. Kalau Tuhan, Sang Idol Sejati, datang mengunjungi kita, tentunya
kita ingin kedapatan menyambut dan melayani-Nya dengan baik ...
Di ujung meja ruang praktek, sebuah buletin intern
kebetulan terbuka pada halaman bergambar bayi Yesus dalam palungan di kandang
yang kotor dan berantakan. Tulisan di bawahnya berbunyi “Di tengah-tengah kamu berdiri Dia
yang tidak kamu kenal" (Yoh 1:26). Apakah saya dapat mengenali Yesus Kristus dalam hidup
saya, bila Dia datang secara incognito
dalam diri orang-orang kecil dan menderita?
Kami menutup pintu klinik dan bersalaman dengan
sukacita. "Bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat" (Flp
4:4.5).
Gaudette Sunday 2014.