Di
suatu sore yang mendung dan berhujan menjelang malam Natal, Ade dalam situasi
yang sangat galau. Ia mau membawa ayahnya pulang dari Rumah Sakit di selatan
kota Bandung. Walaupun sebagian biaya sudah ditanggung oleh BPJS, tapi
kekurangan biaya yang harus dibayarnya cukup menguras kantong. Dan sekarang
tampaknya dia tidak mempunyai uang bahkan untuk membayar biaya transport
pulang. Tapi tidak mungkin juga dia mengatakan hal itu kepada ibunya yang sudah
sepuh dan ayahnya yang masih lemas.
Dengan modal nekad, sambil berdoa dalam hati, ia mencegat angkot yang
lewat di depan RS itu, dan kebetulan masih cukup untuk memuat 3 orang lagi. “Ya
Tuhan, tolonglah kami”, bisiknya. Setelah menyuruh orangtuanya menunggu agak
jauh, Ade menghampiri angkot. Kepada sopir angkot, dengan menahan malu Ade
berkata pelan “Pak, saya mau bawa bapa saya pulang dari opname. Rumah saya
masuk gang kecil di belakang Jamika. Saya kehabisan uang setelah bayar Rumah
Sakit. Jadi, nanti kami turun di pinggir jalan, lalu saya antar bapa-ibu saya
ke rumah sambil mengambil uang di rumah, baru saya bayar bapak ya. Boleh? Kalau
ngga percaya, pegang saja KTP saya.” Rasanya saat itu mukanya sudah
berubah-ubah warna antara pucat dan merah padam. Ia merasa mulas. Kakinya seakan
tidak kuat menahan tubuhnya yang ingin menciut hilang dan dadanya terasa sesak.
Ade siap kalau-kalau dia dimaki dan dihina habis-habisan, tapi ini usaha
terakhirnya demi membawa pulang sang ayah. Terjadi keheningan satu atau dua
detik yang terasa menyiksa. Sopir angkot yang tangannya penuh tatto dan
wajahnya sangar
tersebut memandangnya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan, lalu tiba-tiba
berkata “Ayo naik! Jangan takut. Ngga usah bayar! Saya antar sampai depan gang
yang kamu maui”.
Saudara-saudari
yang terkasih. Pernahkah kita mengalami situasi galau, cemas, takut, tidak
berdaya, tidak tahu apa yang bisa dilakukan, lalu tiba-tiba mendapat
pertolongan tak terduga yang membuat kita sadar bahwa kita tidak pernah
berjalan sendirian. Kisah Natal, kisah kelahiran Yesus, sebenarnya penuh dengan
pesan bahwa manusia tidak pernah dibiarkan berjalan sendirian. Selalu ada
penyertaan dan pertolongan Tuhan bagi orang yang berkenan kepada-Nya. Selalu
kita dapat percaya dengan “Immanuel, Allah beserta kita”.
Ketika
malaikat Gabriel akan memberitakan kabar Maria bahwa ia akan mengandung, ia
mengawali kedatangannya dengan mengatakan “Jangan takut, hai Maria, sebab
engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah” (Luk 1:30). Ketika Maria cemas
dengan kehamilannya yang terjadi saat ia baru bertunangan dengan Yusuf,
Tuhan membuka hati Yusuf untuk memahami rencana-Nya dan mengambil Maria sebagai
istrinya (bdk Mat. 1:20-24). Ketika Herodes berniat untuk membunuh Bayi Yesus,
Allah memperingatkan orang-orang majus untuk pulang ke negerinya dengan mencari
jalan lain, dan memperingatkan Yusuf untuk membawa Maria bersama Anak Yesus
untuk menyingkir ke Mesir. Tidak pernah dibiarkannya mereka sendirian
menghadapi situasi yang terjadi.
Maka,
kisah Ade yang diceritakan di atas, juga menunjukkan bagaimana ajaibnya
pertolongan Tuhan pada waktu-Nya yang tepat, yang diberikan melalui orang-orang
di sekitar kita, bahkan yang tampak paling tidak mungkin sekalipun. Sopir
angkot bertatto yang wajahnya sangar ternyata
menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk menolong Ade di hari itu, sehingga hari
itu Ade bisa membawa ayahnya pulang ke rumah dengan sukacita yang besar. Ade
benar-benar bersyukur dan turun dari angkot dengan wajah cerah dan langkah yang
ringan. Sebab kini ia tahu bahwa ia tidak pernah dibiarkan sendirian dalam
perjuangannya. Ada suara-Nya yang berkata “Jangan takut....”, ada tangan yang
jelas terulur dan membantunya secara nyata.
Jadi,
kalau bagi kita saat ini Natal masih berupa perayaan dengan pohon Natal yang
indah, atau pesta gegap gempita dan membagi-bagi bingkisan, mari kita
merenungkan kembali makna Natal yang sesungguhnya. Ketika kita merayakan
Natal, sudahkah kita mendengar juga panggilan Tuhan kepada kita masing-masing
untuk menjadi pembawa sukacita yang benar kepada sesama, menampakkan Kasih
Allah? Mungkin, seperti para gembala di malam kelahiran Yesus Kristus, kita
dipanggil untuk menyambut bayi kecil di palungan dalam kandang yang berbau, dan menguatkan Keluarga Kudus dengan hadir secara sederhana di sana. Kita mungkin bukan sekadar diminta untuk
menjadi Sinterklas yang membagi bingkisan ke panti asuhan dan lainnya lalu
merasa tugas kita selesai. Cukup hadir dengan sederhana bagi
saudara-saudari kita yang membutuhkan dan menyediakan diri untuk berkata
"Jangan takut, sebab Allah tidak membiarkan engkau berjalan sendirian.
Saya ada di sini, menemani setiap langkahmu... “ Dengan begitu, kita telah
turut menghadirkan kembali Immanuel, Allah beserta kita, kini dan sepanjang
masa.
#latepost#
Selamat
Natal 2015
Dedeh
Supantini