Jumat, 03 November 2017

Udin Melanggar Perintah Ayah





Udin melanggar perintah ayah
Sore itu hati Udin bersorak. Ayah dan ibu pergi kondangan. Udin ditinggal sendiri di rumah, dan ia bisa mencoba motor baru ayah. Ya, ayah baru saja membeli motor baru berukuran 250 cc, namun melarang Udin untuk mencobanya karena ukurannya lebih besar dari motor bebek yang biasa dikendarai Udin ke sekolahnya di SMA. Padahal Udin yakin dapat mengendarai motor itu dengan baik. Udin membayangkan betapa keren dirinya mengendari motor tersebut.  Maka, saat ayah-ibu pergi, Udin segera mencoba mengendarai motor baru ayah di jalanan depan rumahnya. Namun sekitar 100 meter dari rumahnya, ketika melewati polisi tidur, Udin kehilangan keseimbangan dan jatuh sehingga stang motor ayah rusak dan Udin mengalami patah tulang lengan. Udin kesakitan dan sekaligus merasa takut. Ia sudah melanggar larangan ayah. Ia sudah berdosa, dan kini menerima akibatnya. Tak bisa disembunyikan. Maka, ketika ayah pulang, Udin mohon ampun kepada ayah dan berjanji tidak akan melanggar larangan ayah lagi. Udin berjanji akan selalu mematuhi perintah ayah. Dengan penuh kasih ayah memaafkan Udin, bahkan membawa Udin berobat ke rumah sakit sampai sembuh.
Pada kejadian yang dialami Udin, ada dua hal yang terjadi akibat kesalahannya. Pertama: ketidaktaatan yang melukai hati ayah.  Kedua: hukuman atas dosa itu: lengan Udin patah dan motor ayahnya rusak sehingga Udin tersiksa akibat nyeri dan tersiksa juga oleh rasa bersalah dalam hatinya.

Dosa dan akibatnya
            Seperti akibat yang diterima Udin tadi, demikianlah akibat dari dosa. Berdasarkan derajat beratnya, terdapat  2 macam dosa yaitu dosa ringan dan dosa berat. Kedua macam dosa ini  memiliki objek, efek dan konsekuensi yang berbeda, sehingga memerlukan cara pertobatan yang berbeda pula. 
          Dosa ringan membuat seseorang tidak terfokus pada tujuan akhir hidup manusia yaitu pulang kepada Sang Pencipta.  Dosa ringan tidak secara langsung melawan kasih terhadap Tuhan dan sesama, contohnya antara lain: perkataan yang sia-sia, berbohong. Konsekuensinya adalah hukuman sementara baik di dunia ataupun di api penyucian. 
          Dosa berat adalah dosa perlawanan terhadap Tuhan, seperti: hujatan, sumpah palsu, penyembahan berhala, kemurtadan, dan juga dosa melawan hukum kasih terhadap sesama, seperti: membunuh, berzinah, dan lain-lain. Dosa berat menghancurkan kasih, jika pelakunya tidak bertobat maka ia dapat masuk neraka.
Kitab Suci dan ajaran Gereja menjelaskan bahwa tidak semua dosa membawa konsekuensi hukuman maut (bdk. 1 Yoh 5:16-17). Dosa berat berakibat pada siksa dosa abadi di neraka, sedangkan dosa ringan membawa siksa dosa sementara di purgatorium (api penyucian). (Lihat Kompendium Gereja Katolik/ KGK. 1031, 1472, 1861)

Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1472) mengatakan:
Supaya mengerti ajaran [yaitu: purgatorium] dan praktik Gereja ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi. Perampasan ini dinamakan “siksa dosa abadi“. Di lain pihak, setiap dosa, malahan dosa ringan, mengakibatkan satu hubungan berbahaya dengan makhluk, hal mana membutuhkan penyucian atau di dunia ini, atau sesudah kematian di dalam apa yang dinamakan purgatorium (api penyucian). Penyuciaan ini membebaskan dari apa yang orang namakan “siksa dosa sementara“. Kedua bentuk siksa ini tidak boleh dipandang sebagai semacam dendam yang Allah kenakan dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang muncul dari kodrat dosa itu sendiri. Satu pertobatan yang lahir dari cinta yang bernyala-nyala, dapat mengakibatkan penyucian pendosa secara menyeluruh, sehingga tidak ada siksa dosa lagi yang harus dipikul“.

Banyak ayat-ayat di Alkitab yang mendukung adanya siksa dosa abadi. Dalam kitab Daniel dikatakan “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal“(Dan 12:2). Kita juga mengingat akan pengadilan terakhir, di mana orang-orang yang tidak melaksanakan kasih kepada sesama akan dicampakkan ke dalam api yang kekal (Mat 25:41).
Rencana Keselamatan Allah dan pengampunan dosa
Sekitar 2017 tahun yang lalu, Allah masuk ke dalam sejarah manusia, menjadi manusia demi menyelamatkan kita dari maut. Demikian besar kasih-Nya sehingga Putera Tunggal-Nya dikorbankan bagi kita. Karya keselamatan Kristus ini ditujukan bagi semua orang. Bagi orang yang percaya dan menerimanya, maka Sakramen Baptis menjadi sarana untuk membawanya kembali dari tatanan hidup yang rusak akibat dosa berat. Namun, bagaimana bila seseorang yang telah dibaptis melakukan dosa lagi? Karena kasih-Nya yang teramat besar, Allah telah menyediakan berbagai sarana untuk pengampunan dosa, untuk memulihkan kembali relasi seorang pendosa dengan-Nya. Hal ini disebutkan oleh Rasul Paulus sebagai berikut “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,  atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39).
Sebagai sarana untuk memulihkan kembali relasi seorang pendosa dengan Allah, Kristus sendiri telah memberikan kuasa kepada Gereja. Pertama Kristus memberikan kuasa-Nya kepada Petrus dan para penerusnya, dengan mengatakan, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.“(Mt 16:19). Kepada para murid-Nya, yang diteruskan oleh para imam, Kristus mengatakan, “Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.  Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.“(Yoh 20:22-23). Ini menjadi dasar dari Sakramen pengampunan dosa. Semua kuasa-kuasa pengampunan dosa ini diberikan oleh Kristus kepada Gereja-Nya, sehingga Gereja dapat mengantar seluruh anggotanya kepada persatuan abadi dengan Kristus, dengan Indulgensi.

Indulgensi
Siksa dosa abadi maupun siksa sementara muncul dari kodrat dosa itu sendiri. Salah satu cara untuk membebaskan kita dari hukuman atau siksa akibat dosa adalah dengan pertobatan. Pertobatan yang sungguh-sungguh dapat membawa penyucian menyeluruh bagi diri kita, sehingga tidak ada lagi siksa dosa yang harus dipikul. Namun, berbeda dengan kejadian Udin di mana konsekuensi dosanya  terlihat jelas dalam lengan yang patah dan motor yang rusak, kadangkala kita tidak dapat melihat luka yang diakibatkan oleh dosa pada jiwa sesama yang kita lukai atau bahkan jiwa kita sendiri, sehingga kita tidak cukup menyesali dosa-dosa tersebut. Karenanya, jiwa kita harus dibersihkan, baik dalam masa kita hidup di dunia melalui berbagai silih, atau kelak sesudah kita meninggal di api penyucian.
Melalui gereja-Nya, Tuhan menyediakan bagi kita suatu “bonus” bagi silih yang kita lakukan, yaitu “Indulgensi”. Indulgensi adalah penghapusan hukuman atau siksa sementara untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Ini adalah rahmat Tuhan, dan umat beriman berhak memilih berperan aktif dalam menerimanya.
Gereja mendefinisikan indulgensi sebagai berikut:
KGK, 1471: “Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Warga beriman Kristen yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif”. “Ada indulgensi sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.” Indulgensi dapat diperuntukkan  bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. “Indulgentiarum doctrina” normae 1-3).
KHK, 992: “Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi persyaratan tertentu yang digariskan dan dirumuskan, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para Kudus.”

Rahmat indulgensi dapat diterima oleh umat Kristen yang benar-benar siap menerimanya, yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, yaitu (1) mempunyai relasi yang baik dengan Gereja, dan (2) dalam keadaan rahmat (tidak berdosa berat). Indulgensi dapat dimohonkan bagi diri sendiri maupun bagi orang yang sudah meninggal, dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagikannya dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif (KGK 1471).
Ada 2 macam indulgensi, yaitu indulgensi penuh dan indulgensi sebagian. Indulgensi penuh menghapus seluruh hukuman. Untuk mendapatkan indulgensi penuh adalah salah satunya bahwa kita tidak punya kelekatan pada dosa (harus menyesali dosa dengan sempurna dan tidak melakukannya lagi). Indulgensi sebagian menghapuskan sebagian hukuman/ siksa dosa sementara yang timbul karena dosa-dosa kita. Indulgensi sebagian dapat diperoleh beberapa kali dalam sehari, sedangkan indulgensi penuh hanya dapat diperoleh 1 kali dalam 1 hari (misalnya dengan menerima komuni kudus).
Saudara-saudari terkasih, untuk memperoleh indulgensi, seseorang harus mempunyai intensi yang disebutkan dalam doa di awal hari, sebelum melakukan tindakan tertentu yang ditujukan untuk memperoleh indulgensi. Syarat untuk memperoleh indulgensi penuh  bagi diri sendiri yaitu dengan (1) menerima Sakramen Pengakuan Dosa, (2) menerima Sakramen Ekaristi, (3) berdoa bagi intensi Bapa Paus, yaitu dengan doa Bapa Kami dan Salam Maria, namun dapat juga dengan doa spontan sesuai devosi/ungkapan kasih seorang umat beriman, (4) tidak ada keterikatan pada dosa, ringan sekalipun. Yesus sendiri bersabda, “Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Matius 18:18). Indulgensi penuh dapat diperoleh bila seseorang yang memenuhi keempat persyaratan yang telah disebutkan tadi tekun dan sungguh-sungguh dalam (1) membaca Kitab Suci, minimal setengah jam sehari, (2) mendoakan Rosario, (3) doa Jalan Salib, (4) mengunjungi Sakramen Mahakudus dan berdoa Adorasi Sakramen Mahakudus minimal setengah jam.
   Dalam memberikan indulgensi, Gereja mendorong umat beriman untuk juga melakukan pertobatan dan perbuatan kasih, terutama perbuatan yang semakin mengembangkan iman dan kebaikan bersama.  Paus Paulus VI menegaskan bahwa dengan indulgensi orang didorong untuk menjadi (1)rendah hati , (2) melakukan perbuatan kasih.
Saudara-saudariku, pengalaman Udin menolong saya memahami tentang indulgensi dalam ajaran Gereja Katolik. Meskipun manusia mempunyai kecenderungan untuk jatuh ke dalam dosa, namun betapa Allah itu pengampun dan selalu menerima pertobatan yang kita laksanakan dengan sungguh-sungguh. Marilah kita bersyukur karena rahmat pengampunan telah Tuhan sediakan sebagai karunia. Marilah kita terima dengan rendah hati. Kita pulang kembali kepada kasih Allah.
Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala masa. Amin.

Dedeh Supantini. Anggota tim Deo Gratias - Komsos KAJ.
Disiarkan pada acara Pendidikan Agama Katolik RRI programa 1, 
tanggal 7 September 2017

Kamis, 02 November 2017

Berbahagialah kamu



          Pada suatu hari, sepulang Misa, saya melihat sekelompok orang sedang berbincang akrab sambil bercanda dan tertawa-tawa. Tiba-tiba seseorang menghampiri kelompok itu. Dia tertarik dengan kegembiraan dalam kelompok tadi dan ada beberapa temannya di sana. Namun, ketika dia mendekat, tiba-tiba candaan berhenti dan suasana menjadi kaku. Orang-orang yang sedang berbincang akrab saling senggol sambil memandang orang baru tadi. Tampaknya kelompok tersebut menganggap bahwa orang yang baru datang tadi adalah “orang luar”, tidak boleh ikut bergabung untuk bergembira bersama mereka. Seolah-olah kegembiraan itu eksklusif, tidak boleh dirasakan orang yang “bukan kelompok kita”.

Semasa hidupnya, Yesus berada di masyarakat yang berpandangan seperti itu. Banyak kelompok eksklusif yang merasa dirinya lebih suci, lebih terberkati dan lebih berbahagia dibandingkan orang-orang yang dianggap pendosa. Mereka merasa sebagai kelompok elit. Orang-orang miskin, orang yang dianggap kafir dan pendosa tidak boleh berada dekat-dekat mereka. 
Pada suatu hari, ketika Yesus di atas bukit, sekumpulan besar orang terpinggirkan itu mengerumuni-Nya, sebab mereka mendengar bahwa Yesus telah  menyembuhkan banyak orang. Pastinya mereka rindu untuk mengalami kesembuhan, baik dari penyakit fisik maupun dari kemiskinan dan dosa. Yesus memahami kerinduan mereka untuk disapa, maka Ia menyampaikan ucapan bahagia kepada mereka. Dengan ucapan bahagia di bukit itu Yesus menegaskan bahwa apapun yang terjadi, sesungguhnya mereka adalah orang yang berbahagia. Lho? Secara logika manusia tampak aneh. Bahagia? Bukankah mereka miskin, lemah, kelaparan, berdosa, disingkirkan dan teraniaya!  Tetapi Yesus menegaskan bahwa kebahagiaan tidak berasal dari kehebatan-kehebatan yang dimiliki, melainkan karena kedekatan dengan-Nya. Maka orang-orang yang menderita dan tidak memiliki apa-apa di dunia ini tetap berbahagia, karena Yesus selalu ada bagi mereka. Dia mengundang mereka untuk merasakan sukacita-Nya dengan cuma-cuma.Tidak seorangpun dibiarkan sendirian dalam hidupnya!  
Pada tanggal 1 November, Gereja merayakan Hari Raya Para Orang Kudus. Siapakah yang disebut orang-orang kudus itu? Mereka bukanlah orang-orang yang banyak membuat mukjizat dalam nama Tuhan, melainkan orang-orang beriman yang selama hidupnya menunjukkan cinta yang besar. Mereka meninggalkan kenyamanan dunia untuk melayani Tuhan dan mengabdi sesama. Keutamaan para kudus terdapat pada kesediaan untuk “mengundang dan melibatkan semua orang” dalam kebahagiaan yang mereka terima dari Allah. Contohnya Bunda Teresa yang meninggalkan kenyamanan hidupnya dan pergi ke tempat kumuh untuk menjadi sahabat orang-orang sakit dan miskin. Bunda Teresa membagikan dirinya kepada orang-orang menderita sehingga mereka merasa tidak sendirian. Dia merawat mereka, sehingga mereka bisa meninggal sebagai orang yang dicintai. Bunda Teresa menyediakan diri bagi Tuhan untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan sehingga terpenuhilah sabda bahagia Yesus "Berbahagialah kamu...". Tidak seorangpun dibiarkan sendirian di dunia ini, karena aku menjadi sahabatnya.
Jadi, siapa sajakah para kudus itu? Pertama, orang-orang beriman yang mendapat kanonisasi dari Gereja. Kedua, dalam Wahyu 7, disebutkan bahwa orang-orang kudus atau “orang-orang yang dimeteraikan” jumlahnya “... tidak dapat terhitung banyaknya ...”. Artinya, Tuhan menginginkan semua orang di dunia ini menjadi kudus, termasuk diri kita masing-masing! Tuhan memanggil kita untuk menjadi kudus, untuk mengikuti cara hidup para kudus, dengan cara membagikan berkat yang telah kita terima dari-Nya kepada orang lain, dan mengasihi setiap sesama kita tanpa syarat
Kita telah menerima berkat-berkat Tuhan. Marilah kita bagikan kepada sesama agar terpenuhilah sabda bahagia Yesus dalam diri mereka. "Berbahagialah kamu ...." sebab aku ada bagimu.
Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala masa. Amin.

 Dedeh Supantini.
Tayang di acara PRK RRI online programa 1, Selasa 1 November 2017
Bacaan: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

Senin, 14 Agustus 2017

Mengikuti Maria dan Masuk ke Surga



Ketika ibu mertua saya sakit kronis, saya melihat dan mengalami bagaimana kami semua –anak, menantu dan cucu-cucunya- melayani beliau dan mendampinginya setiap saat. Ibu telah melahirkan dan memelihara kelima anaknya, mengasihi setiap menantunya, dan mendampingi cucu-cucunya sejak bayi. Mengingat begitu banyak cinta yang telah dia berikan, tentu saja semua anggota keluarga dengan sukacita bergiliran mendampinginya ketika beliau sakit. Dan, ketika beliau meninggal, pastinya kami semua berdoa sekuat tenaga, mohon kepada Tuhan supaya ibu boleh masuk ke surga.


Kalau kita saja mengharapkan ibu kita untuk masuk ke surga, tentu saja mudah dipahami bahwa Yesus pasti mengharapkan hal yang sama bagi ibu-Nya, yang telah mengandung, melahirkan, memelihara dan mendampingi-Nya dengan penuh cinta sampai di kayu salib. Yesus pernah memohon demikian: “Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku...” (Yoh 17:24). Mengingat orang pertama yang telah diberikan Bapa kepada Yesus adalah Bunda yang telah mengandung-Nya, pastilah Maria menjadi orang pertama yang diperkenankan untuk berada bersama Yesus di surga. 


Walaupun dalam Kitab Suci tidak dikatakan bahwa Maria diangkat ke surga, namun Gereja meyakini hal ini. Bukankah selain Injil Yohanes tadi, surat Paulus menuliskan hal yang sama “Semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Kristus sebagai buah sulung, sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya...” (1Kor 15: 22b,23). Dan yang disebut sebagai milik-Nya adalah mereka, “yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya” (Lukas 8:21).  Bunda Maria-lah yang pertama-tama menjadi teladan kita dalam ketaatan kepada Firman Allah.  Kata-katanya “Terjadilah kepadaku menurut kehendak-Mu” sekaligus menyiratkan kesediaannya untuk membawa Sang Firman kepada orang lain, walaupun untuk itu dia harus berkorban. Termasuk naik turun pegunungan dalam keadaan hamil untuk membawa Firman-Nya, membawa cinta kasih Allah, kepada Elisabet, sehingga  bahkan bayi dalam rahim Elisabet-pun merasakannya dan melonjak kegirangan.


Jadi, hari  ini, Hari Raya Maria Diangkat ke Surga, kita peringati bukan sebagai dogma, melainkan sebagai sebuah perayaan iman dan harapan bahwa setelah Bunda Maria masuk ke surga, kelak kita semua yang juga milik-Nya boleh berada bersama dengan-Nya di surga. Untuk itu, yang harus kita lakukan adalah meneladani Bunda Maria dalam ketaatan kepada kehendak Allah, dan kesediaan membawa Firman-Nya, cinta kasih-Nya kepada sesama. Amin.

Dedeh Supantini.

(Why.11:19a; 12:1-6a.10ab. Kor.15:20-26. Luk.1:39-56)
Deo Gratias - Komsos KAJ @ Lentera Nurani Katolik. RRI programa 1. Minggu 13 Agustus 2017