#refleksiMasaNatal2016
Allah hidup dan memimpin keluarga kita
Hari keempat Oktaf Natal (Pesta kanak-kanak suci)
Hari keempat Oktaf Natal (Pesta kanak-kanak suci)
(Rabu, 28 Desember 2016)
Hari ini kami berada di
kota Malang. Kami sempat kecewa karena gagal mengunjungi museum Malang Tempo Doeloe yang ditutup untuk
renovasi. Namun akhirnya kami sampai di Museum Panji di Tumpang
yang masih dalam proses penyelesaian. Sungguh beruntung, kami bertemu dengan
pemiliknya (pak Dwi Cahyono) yang menerima kami dengan ramah, mengajak kami berkeliling
melihat miniatur candi-candi Jawa Timuran, koleksi topeng Panji dan wayang
kulit, dan menjelaskan filosofi dan nilai-nilai luhur cerita Panji. Dari beliau dan driver kami, kami mendapat petunjuk arah menuju tempat ziarah umat
Katolik, yaitu Pertapaan Karmel Tumpang.
Kami tiba di pertapaan
Tumpang pukul 19.30. Taman doa dan Gua Maria sudah gelap dan sepi, hanya terdengar
suara daun tertiup angin, kodok dan serangga malam. Lilin untuk doa sudah habis.
Namun, di antara sisa-sisa lilin di sekitar gua, kami menemukan satu lilin
bekas yang hampir utuh dan bisa kami nyalakan untuk berdoa. Seolah-olah Tuhan
sudah menunggu keluarga kami datang, dan menyediakan lilin itu bagi kami di
sana.
Hari ini adalah pesta
kanak-kanak suci. Injil hari ini mewartakan bagaimana setelah orang-orang
majus berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi, berpesan agar Yusuf membawa Yesus dan Maria menyingkir ke
Mesir, karena Herodes mencari anak itu untuk membunuh Dia. Dan Yusuf mematuhinya
sehingga keluarga kudus selamat. Jelas sekali bahwa Yusuf adalah seorang yang
selalu berusaha untuk mendengarkan apa kehendak Tuhan dan melaksanakannya
dengan penuh iman, karena yakin bahwa jalan Tuhan adalah jalan keselamatan.
Di perjalanan kami yang
terencana dengan baik, hari ini kami belajar untuk membaca petunjuk Tuhan
melalui peristiwa dan orang-orang yang dijumpai. Lihatlah, Tuhan mengubah
kegagalan menjadi berkat berlipat ganda jika kita mengijinkan campur tangan-Nya
dalam perjalanan hidup kita. Ketika hari ini kami gagal mengunjungi tempat yang
direncanakan, Tuhan menuntun kami ke tempat terbaik sesuai rencana-Nya. Disediakan-Nya
sebuah petunjuk kecil untuk kami temukan agar kami tahu bahwa jalan itu disediakan-Nya
bagi kami: pembelajaran dari kearifan kisah Panji, dan sebuah lilin bekas yang disediakan untuk doa keluarga kami. Allah itu hidup, dan
kami berdiri di hadapan-Nya. Dia memimpin keluarga kita, jika kita mengundang-Nya.
Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang
Hari kelima dalam Oktaf Natal
(Kamis, 29 Desember 2016)
Bacaan hari ini (1Yoh 2:3-11)
menyatakan: “Dan
inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti
perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak
menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada
kebenaran”. Bacaan ini menjelaskan bahwa mengenal Allah bukan soal sikap
religius atau menguasai teologi dan tafsir Kitab Suci, melainkan soal ketaatan
pada firman-Nya. Meskipun kita adalah manusia yang berdosa, namun Yesus telah mendamaikan kita dengan Allah, sehingga kita akan berusaha menaati perintah-Nya dan menghidupkan
firman-Nya setiap saat. Tentunya kita ingat, salah satu firman-Nya yang
terpenting adalah kasih.
Di dalam Yesus Kristus, kasih telah diperbaharui pada bentuk yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Dengan keteladanan, diajarinya kita untuk mengerti bahwa tindakan kasih terbesar adalah pengorbanan diri demi keselamatan orang yang kita kasihi: disalibkan! Dan kita yang adalah pengikut Kristus diminta untuk melakukan tindakan kasih seperti itu setiap hari, kepada orang-orang di sekitar kita, terutama kepada keluarga terdekat kita. Pengorbanan bisa berupa hal-hal kecil namun penting: mendengarkan celotehan si kecil yang sedang ingin didengarkan, meninggalkan chatting di media sosial untuk duduk bersama pasangan, untuk makan bersama dan doa bersama keluarga, mendoakan ketika kita dikecewakan, mengampuni ketika hati kita dilukai, dan minta maaf ketika kita bersalah. Mungkin hal-hal tersebut mengorbankan kenyamanan (rasa keakuan) kita, namun dengan cara begitulah kita telah mengasihi, dan karenanya tetap berada di dalam terang.
Di dalam Yesus Kristus, kasih telah diperbaharui pada bentuk yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Dengan keteladanan, diajarinya kita untuk mengerti bahwa tindakan kasih terbesar adalah pengorbanan diri demi keselamatan orang yang kita kasihi: disalibkan! Dan kita yang adalah pengikut Kristus diminta untuk melakukan tindakan kasih seperti itu setiap hari, kepada orang-orang di sekitar kita, terutama kepada keluarga terdekat kita. Pengorbanan bisa berupa hal-hal kecil namun penting: mendengarkan celotehan si kecil yang sedang ingin didengarkan, meninggalkan chatting di media sosial untuk duduk bersama pasangan, untuk makan bersama dan doa bersama keluarga, mendoakan ketika kita dikecewakan, mengampuni ketika hati kita dilukai, dan minta maaf ketika kita bersalah. Mungkin hal-hal tersebut mengorbankan kenyamanan (rasa keakuan) kita, namun dengan cara begitulah kita telah mengasihi, dan karenanya tetap berada di dalam terang.
Relasi cinta kasih dan semangat rela berkorban
Hari keenam dalam Oktaf Natal (Pesta Keluarga Kudus)
(Jumat, 30 Desember 2016)
Hari ini Gereja
merayakan Pesta Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yusuf. Mengapa Gereja menempatkan keluarga begitu penting sehingga diadakan sebuah Pesta khusus untuk keluarga? Sebab melalui keluargalah pertama-tama cinta terbesar Allah lahir sebagai bayi Yesus. Keluarga Yusuf dan Maria
menjadi kudus karena kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka. Keluarga kitapun
bisa menjadi keluarga kudus kalau senantiasa menghadirkan Yesus
dalam segala peristiwa hidup keluarga, dan meneladani relasi cinta kasih yang tampak dalam Keluarga Kudus. Dan sadarkah kita bahwa relasi cinta kasih terindah justru ditunjukkan dengan semangat rela berkorban, seperti yang
diteladankan Keluarga Kudus?
Yusuf mau berkorban,
mengambil segala risiko untuk menerima Maria yang tiba-tiba sudah mengandung
sewaktu bertunangan dengannya. Ia mau mengambil segala risiko untuk
melindungi Maria dan Kanak-Kanak Yesus dari ancaman Herodes. Maria mengorbankan segala kenyamanan dunia dan
mengambil risiko untuk menjadi Bunda Yesus Kristus, walaupun ia sadar bahwa
suatu pedang akan menembus jiwanya, seperti yang dikatakan Simeon kepadanya.
Di dalam hidup
berkeluarga, kita juga diminta untuk menunjukkan sikap rela berkorban sebagai
tanda cinta kita kepada setiap anggota keluarga. Pembimbing rohaniku pernah
mengatakan bahwa dalam hidup berkeluarga me
time bukanlah hak kita. Yang harus kita perjuangkan adalah our time, waktu bersama bagi keluarga.
Maka, agenda pribadi harus dengan seijin keluarga, dan acara pribadi itu harus rela dikorbankan
bila keluarga tidak menyetujuinya. Dan, our time yang paling penting
adalah waktu untuk berdoa bersama. Sebab berdoa adalah sebuah cara mencintai yang paling sederhana.
Mari kita memuji Tuhan karena kita dicintai
Hari ketujuh dalam Oktaf Natal
(Sabtu 31 Desember 2016)
Mazmur hari ini berbunyi
“Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai”. Bersama langit dan bumi,
hati juga bersukacita karena Dia telah datang dan memperbaharui hati kita
setiap hari sepanjang tahun 2016. Tuhan yang setia telah menjaga
hati kita dan mengundang kita untuk mendengarkan suara-Nya di sana. Maka, akhirnya
kita bisa mensyukuri setiap peristiwa yang sudah kita alami di tahun ini dengan
segala kesulitan, segala air mata dan perjuangan yang telah diubah-Nya menjadi
sukacita. Ketika kita menghadapi badai, mungkin kita takut, namun Dia mengajari
kita untuk masuk ke pusat badai itu, menemukan kekuatan-kekuatan baru yang
membuat kita selamat. Lalu kita sadar bahwa akhirnya kita selamat bukan karena kekuatan kita sendiri, namun
karena Tuhan selalu hadir di sisi kita dan berkata kepada setiap badai “Diam!
Tenanglah!” sehingga seluruh semesta kita menjadi teduh (Bdk. Mrk.4:39).
Maka, dari setiap
peristiwa hidup seperih apapun di tahun ini, kita dapat memetik banyak sekali
pembelajaran. Kita memetik hikmah dari kejadian-kejadiannya, kita menerima pembelajaran dan berkat dari
pribadi-pribadi yang kita jumpai di sana sebagai teman seperjalanan. Kita belajar saling menolong dan menyemangati. Kita belajar berdamai, saling memahami, dan saling mengampuni. Namun yang
terutama adalah kita memetik makna terindah dari semua itu, yaitu bahwa kasih
setia Tuhan beserta kita setiap waktu, menyelamatkan kita dari setiap badai. Bukan karena kita berjasa atau tanpa dosa, namun semata-mata karena kita dicintai oleh-Nya.
Mari kita memuji Tuhan karena kita telah dicintai.
Mari kita memuji Tuhan karena kita telah dicintai.
Tuhan memberkati dan melindungi, karena Dia mencintai kita
Hari terakhir dari Oktaf Natal (Hari Raya Santa Maria Bunda Allah)
1 Januari 2017.
1 Januari 2017.
Hari Raya Santa Maria
Bunda Allah. “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari
engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan
wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bil 6:22-27). Janji ini
diberikan Tuhan kepada Perawan Maria yang dipanggil untuk menjadi Bunda Tuhan
dan melahirkan Imanuel –Allah beserta kita-. Janji yang sama diberikan Tuhan
kepada kita masing-masing yang dipanggil oleh-Nya untuk bertugas menghadirkan “Allah
beserta kita” dalam hidup sehari-hari, yaitu dengan melakukan perbuatan-perbuatan kasih dalam setiap pekerjaan yang menjadi
tanggungjawab kita.
Di awal tahun 2017 ini kita diajak untuk percaya dan berpegang pada janji-Nya tersebut. Janji-Nya adalah
janji yang pasti terwujud. Dia tidak menjanjikan sepanjang tahun 2017 ini akan
mulus bagi kita. Namun Dia berjanji akan selalu menyertai kita dengan berkat, kasih karunia
dan perlindungan-Nya. Bersama Tuhan, kita tidak selalu memperoleh kemenangan
secara duniawi, namun kita akan memperoleh sukacita dan damai sejahtera yang
tak tergantikan oleh harta dunia apapun. Tuhan memberkati dan melindungi, karena Dia mencintai kita.
Dan kita akan melalui tahun 2017 dengan indah bersama-Nya. Amin.
Selamat Tahun Baru 2017.