Jumat, 21 April 2017

Tujuh Mil Bersama Kleo

#Penagraf (Cerpen Lima Paragraf)

Pada hari itu, aku diajak oleh Kleo untuk pergi ke sebuah kampung yang berjarak tujuh mil dari tempat kami. Aku suka angka tujuh. Dalam kitab-kitab kami, angka ini melambangkan sesuatu yang lengkap, suatu kesempurnaan. Dan, walaupun aku bukan orang Jawa, namun aku tahu bahwa angka 7 dalam bahasa Jawa adalah “pitu”: pitulungan, pertolongan. Maka, seperjalanan tujuh mil bersama Kleo pasti menyenangkan, karena kami memiliki beberapa kesamaan, terutama dalam kasih. Kami bisa saling melengkapi serta saling menolong dalam banyak hal. Sebuah perjalanan yang nyaris sempurna. Sambil bertukar pikiran dan bercakap-cakap, sepanjang perjalanan kami juga membaca tanda petunjuk arah menuju kampung yang dituju. Sesungguhnya, kami tidak tahu arah pasti ke kampung yang dituju, sebab itu bukan kampung halaman kami.

Ketika kami sedang berbincang dengan serunya, tiba-tiba seorang asing menyela pembicaraan kami. Entah darimana datangnya, kami tidak tahu. Dia nimbrung begitu saja, tanpa ba – bi –bu, tiba-tiba bertanya “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Kleo dan aku saling berpandangan. Orang asing ini benar-benar kurang sopan, ingin tahu urusan orang lain. Namun, Kleo dengan murah hati menceritakan segala sesuatu yang kami alami. Aku cemberut. Kleo terlalu mudah membeberkan isi percakapan kami kepada orang tak dikenal. Tapi Kleo terlanjur bercerita panjang lebar, dan orang asing itu sudah mendengarnya.

Setelah cerita Kleo habis dikuras oleh orang asing tadi, kukira dia akan diam. Tapi mataku hampir keluar ketika orang itu dengan seenaknya berkata “Kamu orang bodoh!”, kemudian memberi nasihat panjang lebar. Semula aku ingin menutup telingaku, namun suara orang tersebut terdengar teduh sekaligus membuat hati kami berkobar-kobar. Lagipula apa yang dikatakannya benar. Ia memberi kami pengertian tentang kejadian-kejadian yang kami alami sebelum ini. Setelah selesai bicara, ia mengulangi pertanyaan awalnya tadi “Jadi, sekarang kamu tahu, apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?”. Pertanyaan yang sama, namun kini bagi kami terdengar seperti “Akan ke manakah kalian pergi?”. Sebab, ia akan meneruskan perjalanannya, sementara kami belum sampai di kampung itu.

Kleo dan aku saling berpandangan. Sejujurnya, kami tidak tahu persis untuk apa pergi ke kampung yang disebutkan Kleo. Kampung yang kami tuju bukanlah daerah tujuan wisata. Kami tidak mempunyai kerabat ataupun kenangan di kampung itu. Kleo hanya mengajakku berjalan bersama, sesederhana itu. Jadi, sebenarnya tidak jelas ke mana kami akan pergi. Maka aku mendesak orang asing itu untuk tinggal sebentar lagi dan makan malam bersama kami, berharap bahwa ia bisa memberi pencerahan lagi. Dan, saat makan bersama itu, ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada kami. Ketika itu, terbukalah mata kami, kamipun mengenalnya, tetapi ia lenyap dari tengah-tengah kami.

“Rabuni!” kami berseru. Mata kami terasa basah, terharu ketika menyadari Dia-lah yang sejak tadi berjalan bersama kami dan kini membuka mata kami. Pemecahan roti adalah password kami, kata kunci yang membuat kami mengenali-Nya: Guru kami, pencipta pelangi di langit biru, yang menjernihkan hati untuk saling mengasihi sebagai saudara. Tiba-tiba kami sadar bahwa perjalanan ini adalah rancangan-Nya, agar kami bertemu dengan-Nya, penunjuk jalan dan sukma sejarah kami. Dia-lah tujuan perjalanan ini. Maka, kami tidak melanjutkan perjalanan ke kampung itu: ke Emaus, dan memang tidak perlu. Sebab, kami ingin menceritakan kepada dunia sukacita kami setelah berjumpa dengan-Nya. Kami kembali ke Yerusalem, ke tempat yang penuh gonjang-ganjing dunia, dengan berani dan penuh sukacita. Sebelum kami berpencar ke seluruh dunia, aku berterimakasih kepada Kleopas atas perjalanan tujuh mil yang indah bersamanya. Oh ya, selain nama Kleopas, namaku tidak pernah dicatat dalam kitab perjalanan kami. Sebut saja aku salonpas, atau underpass, atau apapun. Sesungguhnya, aku hanya orang yang pas-pasan lewat di jalan menuju Emaus.

Dedeh S. 19042017. Luk.24:13-35

Tidak ada komentar: