Jumat, 02 Juni 2017

Aku pergi ke sana untuk menyediakan tempat bagimu



Ketika kita akan bepergian ke suatu tempat, biasanya kita mencari informasi untuk memastikan jalan menuju ke tempat tersebut, dan bagaimana cara mencapainya. Informasi ini bisa kita peroleh dari berbagai sumber, baik melihat peta maupun bertanya kepada orang terpercaya. Bila semua informasi dan petunjuk yang kita dapat adalah benar, kita akan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Ketika kuliah, saya masuk kelompok pencinta alam. Setiap  anggota  muda di sini harus melakukan pengembaraan dengan menempuh jarak minimal dua ratus kilometer. Saya bersama sembilan teman sekelompok memilih perjalanan menyusuri pantai dari Cianjur Selatan ke Ujung Genteng, pantai terpencil di Selatan Sukabumi. Kami merencanakan perjalanan dengan cermat. Kami membaca peta, mencari tahu alat transport ke sana, jalan yang harus ditempuh, pantai mana yang bisa ditelusuri, dan di mana terdapat  tebing curam. Namun, yang membuat kami merasa yakin akan sampai ke tujuan adalah karena kami didampingi mentor berpengalaman. Di awal rapat persiapan, kakak mentor mengumpulkan kami dan berkata: “Saya pernah ke sana. Besok saya akan pergi ke sana lagi untuk survei dan menyediakan tempat bagi kalian”. Kami menjadi yakin bahwa bersamanya perjalanan kami kelak akan selamat sampai tujuan.
       Hari ini, kita diajak merenungkan cara untuk mencapai tempat tujuan akhir hidup kita, yaitu rumah Bapa di surga.  Dalam dialog antara Yesus dengan murid-murid-Nya, Yesus menjamin bahwa setiap orang akan sampai di rumah Bapa bila mengikuti-Nya. Yesus tahu pasti bahwa di rumah Bapa-Nya banyak tempat tinggal. Sebab, bukankah Yesus dan Bapa adalah satu? Maka pastilah Dia pernah ke rumah Bapa, bahkan berasal dari sana. Kata-Nya “Aku telah pergi ke sana dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku”.
       Bila mentor kelompok pencinta alam saja bisa membuat anggotanya yakin akan sampai di tujuan, kita semua mestinya menaruh kepercayaan lebih besar kepada Yesus. Bersama Yesus, kita pasti akan sampai ke surga dengan selamat. Mentor yang seorang manusia masih harus membaca peta dan bertanya kepada orang yang dijumpai di jalan. Tetapi Yesus adalah jalan itu sendiri. “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup”, kata-Nya.
       Maka, marilah kita berjalan bersama Yesus. Dia telah pergi ke rumah Bapa untuk menyediakan tempat bagi kita. Lebih dari itu, Dialah jalan  menuju Rumah Bapa. Amin.

Dedeh Supantini.
(Renungan Bdk. Yoh. 14:1-12)
Tayang di acara Lentera Nurani Katolik @ RRI online programa 2, tanggal 14 Mei 2017 pk.23.05.

Pergi untuk menjadi dekat.

Ketika seorang sahabat di kantor akan pindah ke kota lain, dia membuat acara untuk pamit mundur. Dia pamit, artinya dia akan pergi, menjauh dari orang yang dipamiti. Maka acara perpisahan itu mengharukan. Sebab, setelah sekian lama bersahabat dan berkomunikasi dalam jarak dekat, kini kami harus berpisah. Walaupun sejarah persahabatan kami sangat indah untuk dikenang, namun tetap saja pada acara itu kami saling memberikan tanda mata terbaik untuk dikenang.

Dalam Injil Matius, perikop kenaikan Tuhan Yesus ditulis sebagai kisah kepergian yang paradoksal. Dalam perikop ini, Matius tidak melukiskan bagaimana Yesus terangkat ke surga setelah Ia bangkit. Matius menceritakan acara perpisahan yang dipersiapkan untuk mendekatkan.
Dikisahkan, kesebelas murid berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka (Mat 28:11). Di sanalah Yesus telah menunggu untuk suatu acara perpisahan dengan mereka, karena Ia harus kembali kepada Bapa-Nya. Sebelum mengutus mereka pergi, dan sebelum Ia naik ke surga, Yesus mendekati mereka (Mat 28:18a), menyampaikan kata perpisahan yang diakhiri dengan indah “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20b).

Lihatlah. Kata-kata yang dipilih oleh Matius penulis Injil ini menggambarkan indahnya perpisahan itu. Sebelum pergi, Yesus justru mendekati para murid, dan mengatakan bahwa Ia akan selalu menyertai mereka. Ia pergi, untuk menjadi dekat senantiasa. Seperti kata peribahasa “True friends stay together, and never say goodbye”. Betapa melegakannya kepergian yang diakhiri dengan  janji penyertaan.
Selamat merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan. Ketahuilah, Dia pergi ke surga untuk menjadi dekat dengan kita.

Dedeh Supantini. 25 Mei 2017

 #LatePost
 #HariRayaKenaikan Tuhan

 Bahan Bacaan : Mat.28:16-20)








Menemukan Allah

Dulu, setelah lulus dari SMA, sahabatku Johan melanjutkan sekolah di luar negeri. Berhubung kondisi ekonomi keluarganya pas-pasan, dia tidak bisa setiap tahun pulang untuk menengok orangtua, demikian pula sebaliknya. Kalau merasa kangen, mereka berjumpa melalui hubungan telpon. Kalau saja hal itu terjadi di masa kini, masih bisa saling memandang melalui video call, skype, dan lain-lain. Jaman dulu, hanya bisa telpon sebentar, sehingga masih selalu ada kekosongan yang tersisa, terutama di hati ibunya. Kalau masih kangen, sang ibu suka memandangi foto-fotonya. Kadang ibu melamun lalu membeli makanan kesukaan Johan dan menghidangkannya bagi Reihan adiknya. Seolah-olah sang ibu menemukan Johan dalam diri Reihan, lalu merasa kangennya terobati dengan cara itu.

Saat ini kita mau merenungkan, apakah kita masing-masing pernah berjumpa dengan Allah, dan apakah perjumpaan itu membuat kita merasa penuh. Kita sadar, bahwa kita berjumpa dengan Allah dalam doa-doa kita, yang bagaikan hubungan telpon. Kita menyampaikan kerinduan kita kepada-Nya melalui doa, menyampaikan keluh kesah dan harapan kita, sekaligus mendengarkan suara dan pesan-pesan-Nya. Namun perjumpaan ini terasa kurang. Sebab kalau kita hitung jumlah jam doa kita dalam sehari mungkin hanya 2 atau 3 jam per hari: tiga kali Malaikat Tuhan atau Ratu Surga, doa pagi dan malam, dan doa sebelum makan. Perjumpaan yang terlalu singkat di antara 24 jam hidup kita ini membuat hidup kita kadang masih terasa kosong.

Santa Faustina dalam catatan hariannya yang bernomor 148 mengajak kita untuk “menjadi jiwa yang lembut dan sederhana, agar melihat Allah dalam segala sesuatu, menemukan Dia di mana-mana”. Kita diajak untuk menemukan Allah yang hadir nyata di depan kita. Bagaimana caranya?

Dalam kisah ibu Johan tadi, ibu bisa melihat sosok Johan dalam diri Reihan dan mengasihinya secara nyata dengan mengasihi sang adik. Kitapun bisa mengasihi Allah dengan cara mengasihi segala sesuatu yang mewakili wajah Allah di sekitar kita. Sesungguhnya Ia ada di mana-mana: dalam udara pagi yang sejuk, sinar matahari yang hangat, dalam diri sesama kita, dan keluarga kita. Kita bisa menemukan Allah, melihat-Nya, berkomunikasi dengan akrab, menyentuh-Nya, dan melayani-Nya dengan mengasihi sesama. Bukankah Ia pernah bersabda: “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” . Dengan melakukan ini, kita juga sudah menghidupi apa yg disebut St.Ignatius Loyola sebagai “kontemplasi dalam aksi”. Mari kita menemukan Allah dalam diri sesama, dan melayani-Nya. Kita mulai hari ini dengan orang terdekat kita, keluarga kita.

Dedeh Supantini. With 💖

#LatePost
#Renungan 27 Mei 2017 dibawakan dalam ibadat Komunitas Kerahiman Illahi Stasi Santo Theodorus Bandung.

Bahan bacaan:
1. Catatan harian Santa Faustina no.148
2. Mat 25: 34-40