Rumah
masa kecil saya terletak di daerah persawahan yang lambat laun beralih fungsi
menjadi kompleks industri. Karena itu, dulu saya sering melihat kuli angkut
yang sedang bertugas memikul beban, baik memikul hasil panen maupun produk industri. Dalam pandangan saya ketika itu, mereka adalah orang-orang yang kuat, kendati beberapa orang di antaranya bertubuh kurus.
Saya
selalu kagum dengan para kuli angkut pabrik di seberang rumah. Setiap hari mereka
mengantri di pintu gudang yang penuh dengan barang, di mana seorang mandor akan
meletakkan beberapa karung barang di atas pundak masing-masing pekerja. Dengan
beban itu, berjalanlah mereka hingga
terbungkuk-bungkuk menuju truk pengangkut barang, meletakkan karung ke atas
truk, lalu kembali kepada sang mandor untuk menerima beban berikutnya, sampai
pekerjaan selesai. Walaupun mereka banjir keringat, anehnya wajah mereka
tenang dan ceria, tidak menampakkan kelelahan.
Setelah
mengamati berbulan-bulan, saya tahu rahasianya mengapa bisa demikian. Rupanya,
sang mandor selalu menyesuaikan beban dengan kekuatan masing-masing pekerja.
Dia selalu bertanya: “Segini kuat?”. Dan jika seseorang menjawab “Wah,
keberatan, bos!” dia akan mengurangi beban yang diberikan. Bahkan, saya pernah
melihat sang mandor mengajari seorang pekerja baru untuk membawa beban dengan
menggunakan sebuah pikulan, dan memikulnya bersama-sama.
Di dalam hidup ini, kita masing-masing juga memiliki beban yang harus dipikul, dan kadang kita merasa beban itu terlalu berat. Mengenai hal ini Yesus Sang Guru pernah mengatakan begini "Marilah kepada-Ku, kalian yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu". Dengan kalimat ini, Dia mengajak kita untuk melihat beban hidup kita dengan sudut pandang baru: bahwa beban hidup kita yang tampak
segudang adalah beban yang sesuai dengan kekuatan kita untuk menanggungnya. Jika diukur dari beratnya, mungkin memang berat dan segudang pula.
Seperti pekerja di pabrik tadi, kita tidak akan sanggup memikul beban segudang
itu sendirian, dan memang kita tidak diminta untuk melakukannya sendirian. Kita
hanya diminta dengan rendah hati mengakui ketidakmampuan kita, datang kepada
Yesus, dan belajar kepada-Nya bagaimana cara menanggung beban itu.
Datang
kepada-Nya adalah hal yang sangat mudah kita lakukan secara rohani: bisa dilakukan melalui doa
pribadi, Ekaristi, doa dalam komunitas. Jangan takut untuk datang kepada-Nya sebab Yesus bukan semacam atasan yang akan menilai negatif dan mengolok-olok
ketika kita mengatakan “Beban ini terlalu berat bagiku, Tuhan”. Dia seperti
mandor yang lemah lembut, yang tidak akan pernah memberi beban yang melebihi berat yang dapat kita pikul. Dia
akan menyesuaikan beban dengan kekuatan kita untuk memikulnya. Dia mengundang orang lain untuk ikut membantu kita. Bahkan Dia sendiri akan ikut
memikul beban kita dengan penuh cinta, seperti yang dilakukan sang mandor tadi. Dengan begitu, beban apapun akan selalu sesuai dengan kekuatan kita.
“Kuk yang Kupasang
itu enak dan beban-Ku pun ringan” kata-Nya. Artinya: “Tenanglah, serahkan bebanmu kepada-Ku, Aku
akan mengutus orang untuk membantumu membawanya, bahkan Aku sendiri akan memikulnya untukmu. Engkau hanya perlu berjalan bersama-Ku"
Betapa leganya memiliki Tuhan yang sebaik ini!
Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala masa. Amin.
Dedeh Supantini with 💟
(Renungan bdk.Mat.11:25-30)
@ Lentera Nurani Katolik - RRI online programa 2
Minggu 9 Juli 2017 pk.23.05.