Senin, 10 Juli 2017

Beban yang sesuai dengan kekuatan kita



Rumah masa kecil saya terletak di daerah persawahan yang lambat laun beralih fungsi menjadi kompleks industri. Karena itu, dulu saya sering melihat kuli angkut yang sedang bertugas memikul beban, baik memikul hasil panen maupun produk industri. Dalam pandangan saya ketika itu, mereka adalah orang-orang yang kuat, kendati beberapa orang di antaranya bertubuh kurus.
Saya selalu kagum dengan para kuli angkut pabrik di seberang rumah. Setiap hari mereka mengantri di pintu gudang yang penuh dengan barang, di mana seorang mandor akan meletakkan beberapa karung barang di atas pundak masing-masing pekerja. Dengan beban itu, berjalanlah mereka  hingga terbungkuk-bungkuk menuju truk pengangkut barang, meletakkan karung ke atas truk, lalu kembali kepada sang mandor untuk menerima beban berikutnya, sampai pekerjaan selesai. Walaupun mereka banjir keringat, anehnya wajah mereka tenang dan ceria, tidak menampakkan kelelahan.
Setelah mengamati berbulan-bulan, saya tahu rahasianya mengapa bisa demikian. Rupanya, sang mandor selalu menyesuaikan beban dengan kekuatan masing-masing pekerja. Dia selalu bertanya: “Segini kuat?”. Dan jika seseorang menjawab “Wah, keberatan, bos!” dia akan mengurangi beban yang diberikan. Bahkan, saya pernah melihat sang mandor mengajari seorang pekerja baru untuk membawa beban dengan menggunakan sebuah pikulan, dan memikulnya bersama-sama.
Di dalam hidup ini, kita masing-masing juga memiliki beban yang harus dipikul, dan kadang kita merasa beban itu terlalu berat. Mengenai hal ini Yesus Sang Guru pernah mengatakan begini "Marilah kepada-Ku, kalian yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu". Dengan kalimat ini, Dia mengajak kita untuk melihat beban hidup kita dengan sudut pandang baru: bahwa beban hidup kita yang tampak segudang adalah beban yang sesuai dengan kekuatan kita untuk menanggungnya. Jika diukur dari beratnya, mungkin memang berat dan segudang pula. Seperti pekerja di pabrik tadi, kita tidak akan sanggup memikul beban segudang itu sendirian, dan memang kita tidak diminta untuk melakukannya sendirian. Kita hanya diminta dengan rendah hati mengakui ketidakmampuan kita, datang kepada Yesus, dan belajar kepada-Nya bagaimana cara menanggung beban itu.
Datang kepada-Nya adalah hal yang sangat mudah kita lakukan secara rohani: bisa dilakukan melalui doa pribadi, Ekaristi, doa dalam komunitas. Jangan takut untuk datang kepada-Nya sebab Yesus bukan semacam atasan yang akan menilai negatif dan mengolok-olok ketika kita mengatakan “Beban ini terlalu berat bagiku, Tuhan”. Dia seperti mandor yang lemah lembut, yang tidak akan pernah memberi beban yang melebihi berat yang dapat kita pikul. Dia akan menyesuaikan beban dengan kekuatan kita untuk memikulnya. Dia mengundang orang lain untuk ikut  membantu kita. Bahkan Dia sendiri akan ikut memikul beban kita dengan penuh cinta, seperti yang dilakukan sang mandor tadi. Dengan begitu, beban apapun akan selalu sesuai dengan kekuatan kita.
 “Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” kata-Nya.  Artinya: “Tenanglah, serahkan bebanmu kepada-Ku, Aku akan mengutus orang untuk membantumu membawanya, bahkan Aku sendiri akan memikulnya untukmu. Engkau hanya perlu berjalan bersama-Ku"
Betapa leganya memiliki Tuhan yang sebaik ini!
Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala masa. Amin.

 Dedeh Supantini with  💟
(Renungan bdk.Mat.11:25-30)
@ Lentera Nurani Katolik - RRI online programa 2
Minggu 9 Juli 2017 pk.23.05.