Kamis, 02 November 2017

Berbahagialah kamu



          Pada suatu hari, sepulang Misa, saya melihat sekelompok orang sedang berbincang akrab sambil bercanda dan tertawa-tawa. Tiba-tiba seseorang menghampiri kelompok itu. Dia tertarik dengan kegembiraan dalam kelompok tadi dan ada beberapa temannya di sana. Namun, ketika dia mendekat, tiba-tiba candaan berhenti dan suasana menjadi kaku. Orang-orang yang sedang berbincang akrab saling senggol sambil memandang orang baru tadi. Tampaknya kelompok tersebut menganggap bahwa orang yang baru datang tadi adalah “orang luar”, tidak boleh ikut bergabung untuk bergembira bersama mereka. Seolah-olah kegembiraan itu eksklusif, tidak boleh dirasakan orang yang “bukan kelompok kita”.

Semasa hidupnya, Yesus berada di masyarakat yang berpandangan seperti itu. Banyak kelompok eksklusif yang merasa dirinya lebih suci, lebih terberkati dan lebih berbahagia dibandingkan orang-orang yang dianggap pendosa. Mereka merasa sebagai kelompok elit. Orang-orang miskin, orang yang dianggap kafir dan pendosa tidak boleh berada dekat-dekat mereka. 
Pada suatu hari, ketika Yesus di atas bukit, sekumpulan besar orang terpinggirkan itu mengerumuni-Nya, sebab mereka mendengar bahwa Yesus telah  menyembuhkan banyak orang. Pastinya mereka rindu untuk mengalami kesembuhan, baik dari penyakit fisik maupun dari kemiskinan dan dosa. Yesus memahami kerinduan mereka untuk disapa, maka Ia menyampaikan ucapan bahagia kepada mereka. Dengan ucapan bahagia di bukit itu Yesus menegaskan bahwa apapun yang terjadi, sesungguhnya mereka adalah orang yang berbahagia. Lho? Secara logika manusia tampak aneh. Bahagia? Bukankah mereka miskin, lemah, kelaparan, berdosa, disingkirkan dan teraniaya!  Tetapi Yesus menegaskan bahwa kebahagiaan tidak berasal dari kehebatan-kehebatan yang dimiliki, melainkan karena kedekatan dengan-Nya. Maka orang-orang yang menderita dan tidak memiliki apa-apa di dunia ini tetap berbahagia, karena Yesus selalu ada bagi mereka. Dia mengundang mereka untuk merasakan sukacita-Nya dengan cuma-cuma.Tidak seorangpun dibiarkan sendirian dalam hidupnya!  
Pada tanggal 1 November, Gereja merayakan Hari Raya Para Orang Kudus. Siapakah yang disebut orang-orang kudus itu? Mereka bukanlah orang-orang yang banyak membuat mukjizat dalam nama Tuhan, melainkan orang-orang beriman yang selama hidupnya menunjukkan cinta yang besar. Mereka meninggalkan kenyamanan dunia untuk melayani Tuhan dan mengabdi sesama. Keutamaan para kudus terdapat pada kesediaan untuk “mengundang dan melibatkan semua orang” dalam kebahagiaan yang mereka terima dari Allah. Contohnya Bunda Teresa yang meninggalkan kenyamanan hidupnya dan pergi ke tempat kumuh untuk menjadi sahabat orang-orang sakit dan miskin. Bunda Teresa membagikan dirinya kepada orang-orang menderita sehingga mereka merasa tidak sendirian. Dia merawat mereka, sehingga mereka bisa meninggal sebagai orang yang dicintai. Bunda Teresa menyediakan diri bagi Tuhan untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan sehingga terpenuhilah sabda bahagia Yesus "Berbahagialah kamu...". Tidak seorangpun dibiarkan sendirian di dunia ini, karena aku menjadi sahabatnya.
Jadi, siapa sajakah para kudus itu? Pertama, orang-orang beriman yang mendapat kanonisasi dari Gereja. Kedua, dalam Wahyu 7, disebutkan bahwa orang-orang kudus atau “orang-orang yang dimeteraikan” jumlahnya “... tidak dapat terhitung banyaknya ...”. Artinya, Tuhan menginginkan semua orang di dunia ini menjadi kudus, termasuk diri kita masing-masing! Tuhan memanggil kita untuk menjadi kudus, untuk mengikuti cara hidup para kudus, dengan cara membagikan berkat yang telah kita terima dari-Nya kepada orang lain, dan mengasihi setiap sesama kita tanpa syarat
Kita telah menerima berkat-berkat Tuhan. Marilah kita bagikan kepada sesama agar terpenuhilah sabda bahagia Yesus dalam diri mereka. "Berbahagialah kamu ...." sebab aku ada bagimu.
Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala masa. Amin.

 Dedeh Supantini.
Tayang di acara PRK RRI online programa 1, Selasa 1 November 2017
Bacaan: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

Tidak ada komentar: