Jumat, 25 Juli 2014

Perhentian yang Menguatkan Kita



Pada lebaran tahun 2011, kami sekeluarga berlibur di sebuah resort di Gunung Salak, 152 km dari Bandung. Kami melihat fotonya melalui  internet: sebuah penginapan dengan latar belakang perbukitan yang indah. Tapi yang paling menarik adalah tujuh air terjun indah di sekitarnya, yang bisa dikunjungi  dengan bantuan “guide” setempat. Tempat itu  dipromosikan sebagai “a place like no place on earth”.

Pada hari “H”, tepat hari lebaran pertama, kami berangkat jam 6 pagi supaya jalanan sepi. Kalau lancar, kami bisa sampai dalam 4 jam. Tapi ternyata jalanan macet sehingga pada pk.15.00 kami masih jauh dari tempat tujuan. Saat itu, bayangan air terjun yang indah mulai pudar, diganti rasa kecewa atas perjalanan yang melelahkan. Ketika akhirnya kami sampai di halaman resort,  matahari hampir  terbenam. Tetapi ....... ternyata kami langsung dihadiahi pemandangan dengan “sunset”  yang sangat indah, sesuai dengan yang dipromosikan. Saat itu, rasanya segala kelelahan terbayar sudah, digantikan dengan kekaguman. Saking kagumnya, anak-anak diam di sana terus, sampai papinya mengingatkan “Halo, kalian mau diam terus? Ayo kita makan malam dan istirahat dulu. Besok subuh  kan kita mau ke air terjun”.

            Walaupun mungkin kurang sempurna, hal ini bisa memberi sedikit gambaran tentang apa yang terjadi saat Yesus dimuliakan di atas gunung.

Sebelum peristiwa itu, para murid sedang sedih dan kecewa, sebab Yesus baru saja menyampaikan bahwa Ia akan menderita -bahkan dibunuh- sebelum bangkit kembali (Mrk.8:31). Mereka  tidak bisa menerima hal itu. Nah, hari itu Yesus membawa  Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk naik ke sebuah gunung, yaitu Gunung Tabor, untuk berdoa.

Ketika sedang berdoa, para murid menyaksikan bahwa “wajah-Nya berubah, pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah Musa dan Elia menampakkan diri dalam kemuliaan”. (bdk. Mrk 9:30-31). Saat melihat sendiri kemuliaan Yesus, hilanglah segala kekalutan mereka. Apalagi kemudian terdengar suara dari dalam awan: "Inilah Anak-Ku yang KuKasihi,  dengarkanlah Dia." (bdk Mrk 9:34 – 35)

            Di atas gunung ini, para murid seolah-olah diberi penghiburan ketika melihat kemuliaan Yesus dan mendengar peneguhan bahwa “Yesus adalah Putra Bapa”. Hal itu membuat mereka begitu bahagia, sehingga ingin menikmati momen itu lebih lama lagi. Maka Petrus menawarkan diri untuk mendirikan 3 kemah: untuk Yesus, Musa dan Elia (bdk Mrk.9:5). Pengalaman spiritual ini begitu mengesankan bagi Petrus, sehingga dalam suratnya kelak, Petrus mengatakan: “... Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika Bapa mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Suara itu kami dengar datang dari surga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.” (bdk 2Pet 1:16-18)

Dalam hidup ini saya juga pernah kecewa dan kehilangan semangat  ketika menghadapi situasi yang tidak diharapkan, yaitu ketika almarhumah mami mertua sakit parah. Saat itu situasi rasanya kacau: mami sakit berat dan sepulang dari RS masih perlu perawatan di rumah, sedangkan pembantu keluar semua. Dalam situasi tersebut, suami mensponsori saya ikut KEP. Perjumpaan dengan Tuhan selama KEP,  retret dan pencurahan Roh Kudus, membuat saya merasa terhibur dan dikuatkan. Mungkin saat itu saya seperti para murid di Gunung Tabor yang begitu bahagia dengan pengalamannya.
          Namun, lihat, ketika para murid ingin menikmati kebahagiaan itu lebih lama, semua penampakan itu hilang dan Yesus mengajak mereka turun gunung.  Di sini  Allah mau mengatakan bahwa momen itu hanya sebuah perhentian yang Ia berikan agar mereka beroleh kekuatan untuk menjalani penderitaan bersama Yesus. Pengalaman ini bukan “puncak kemuliaan”  yang sesungguhnya. Momen itu hanya merujuk pada sesuatu yang lebih besar, yaitu Kebangkitan Yesus setelah wafat di Salib. Jadi, peristiwa di Gunung Tabor memberi kekuatan untuk mengikuti jalan Salib-Nya ke Golgota.
       Demikianlah, keindahan di halaman resort membuat kami keesokan harinya mau menempuh perjalanan berat menuju air terjun yang kami yakini lebih indah. Pengalaman akan Tuhan dalam retret KEP memberi saya kekuatan untuk menjalani saat-saat sakitnya mami. Peristiwa Gunung Tabor memberi kekuatan bagi para murid untuk menghadapi peristiwa Golgota.

         Maka, di saat kita menghadapi kesulitan hidup, kita hendaknya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan menenangkan hati, merenungkan peristiwa tersebut sambil berdoa memohon agar Tuhan mendampingi kita. Semoga kita dapat bertemu dengan-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup. Sebab, perjumpaan dengan Tuhan akan memberi kita kekuatan untuk melanjutkan perjalanan hidup selanjutnya. 


      
5 Juli 2014. Dedeh @ workshop KEP "MBA".

Tidak ada komentar: